Suatu sore saya sedang menunggu hujan yang turun deras di kawasan Kotagede. Saya duduk melingkar bersama dengan dosen dan beberapa kawannya yang memiliki minat yang sama dalam bidang literasi. Seorang kawan dosen saya yang berasal dari Sumatera membuka obrolan diskusi dengan ceritanya saat mengikuti sebuah acara literasi di Negeri Jiran. Konon penulis di negara tetangga ini merasa “iri” dengan kegiatan literasi di Indonesia. kalimat satir mereka ungkapkan dengan berkata,”kapan buku mereka bisa dibajak seperti di Indonesia?” Saya belum mencari tahu geliat buku di Malaysia tapi dari ungkapan tersebut saya sedikit mengambil kesimpulan kegiatan literasi dan semarak menulis di sana sedikit lesu berbeda dengan negeri ini, meski momok pembajakan kian hari kian menghantui industri literasi.
Cerita tentang
literasi di Negeri Jiran ini mengingatkan saya pada perjalanan mengunjungi
Penang setahun lalu. Saya dan seorang kawan sepakat akan berkeliling di
dalam Georgetown saja, tidak sampai ke luar kawasan kota lamanya, dan
perjalanan tanpa itinerary kali ini mengantarkan saya pada empat toko buku yang
ada di Georgetown.
Waktu itu saya
menginap di dekat Lebuh Acheh dan tiba di penginapan sebelum maghrib, mungkin
sekitar pukul 17.00. Berdasarkan brosur yang kami pegang sedang ada
pertunjukkan menyambut imlek, keluarlah saya dan seorang kawan tanpa
beristirahat. Ceritanya gak mau rugi karena sudah jauh-jauh ke sini, jadi harus
dimaksimalkan waktu jalan-jalannya meskipun harus merelakan waktu istirahat
hehe.
Tidak disangka saat
di perjalanan ada satu toko buku yang buka di Lebuh Acheh, namanya Areca Books.
Saya memang ingin pergi ke toko-toko buku di Penang, tapi saya tidak merinci
lokasi satu persatu, beruntung saya tidak sengaja berada di satu lokasi dekat
salah satu toko buku.
Kami pun segera
melangkahkan kaki ke dalam toko buku. Ada wanita setengah baya duduk di balik
meja kasir. Deretan buku yang rapi ditata di dalam rak memenuhi ruangan. Buku
yang dijual bermacam-macam, ada yang impor dan ada yang penulis lokal. Dari
mana saya mengetahuinya? Tentu dari bahasa yang digunakan, jelas sekali bahasa
melayunya.
Saya mengambil
satu buku yang berbentuk persegi panjang, bentuk buku yang tidak lazim bagi
saya. Buku ini berjudul “Memori di Georgetown”. Ilustrasi di halaman sampulnya
menarik bagi saya, ada gambar anak-anak kecil yang sedang bermain bola dan
pedang-pedangan. Setelah saya buka isinya sangat menarik, ditulis oleh
masyarakat lokal di Georgetown dan memori yang tersimpan saat masih kecil. Langsung
saja saya beli buku tersebut dan melanjutkan ke toko buku selanjutnya.
Buku yang saya beli, Memori di Georgetown |
Rak-rak buku yang rapi |
Lain kali saya ingin duduk di sana sambil membaca salah satu koleksi buku yang dijual |
Saat menuju
sebuah festival perayaan imlek, tidak sengaja kami melewati deretan kaki lima.
Bermacam-macam dagangan dijual mulai dari makanan hingga buku. Wah saya pun
langsung ke salah satu pedagang dan melihat-lihat buku yang dijual. Ternyata
pedagang buku ini bukan warga Penang namun seorang warga negara asing yang
sudah lama tinggal di wilayah Georgetown. Kecintaannya pada buku membuatnya
turut serta berjualan. Buku yang dijual kebayakan dalam kondisi secondhand. Jenis
buku yang dijual beragam mulai dari fotografi, tanaman bonsai, dekorasi kue,
dan lainnya.
Hari pertama saya
sudahi untuk berkunjung di dua toko buku saja. Hari kedua akan saya lanjutkan
lagi perjalanan di Georgetown untuk berkunjung ke toko-toko bukunya.
...
Keesokan harinya,
saya berjalan menyusuri Georgetown yang masih sepi. Di Lebuh Acheh masih banyak
toko yang ditutup. Hingga akhirnya kaki saya berhenti di sebuah toko kecil yang
menjual sarapan. Perut yang sudah tak kuat lagi
menahan lapar membuat saya segera memesan satu porsi roti, telur, nasi lemak, dan teh
tarik.
Menu sarapan |
Nasi lemak dan teh tarik |
Tarreeek |
Sambil duduk di
samping jalan saya mengobrol tentang rencana kami hari ini di Penang. Ternyata
keinginan kami masih tetap seperti rencana awal, berjalan kaki mengelilingi Georgetown saja sambil makan
nasi lemak. Saya pun mengajukan rencana tambahan untuk mengunjungi toko
buku Gerak Budaya dan Hikayat di sekitar Georgetown yang sudah saya cari sebelum keluar
dari penginapan dan teman saya menyetujuinya.
Toko buku Gerak
Budaya yang kami kunjungi berada di Lebuh Queen, dekat dengan Masjid Kaptian
Keling dan tepat berada di depan kuil hindu tertua di wilayah Penang yang
bernama Sri Mahamariamman.
Toko buku ini
cukup kecil, saya taksir hanya muat sekira sepuluh orang saja. Meskipun kecil
koleksinya cukup lengkap, bahkan saya melihat ada buku dari penulis Indonesia,
Eka Kurniawan, yang karyanya dipajang di rak. Versi yang dijual berbahasa
Inggris tentunya. Hal yang menarik dari toko buku ini adalah menjual koleksi
pocket penguins. Ini menarik sekali karena Georgetown sendiri adalah kota
pariwisata yang banyak sekali dikunjungi turis maka menjual buku dengan ukuran
pocket sangat sesuai. Tidak membutuhkan banyak tempat dan praktis. Saya pun
membeli satu buku pocket penguins, namun di sini saya tidak mengambil
foto karena keasyikan melihat koleksi bukunya hehe.
Toko buku
terakhir yang saya kunjungi adalah Hikayat yang berada di Beach Street.Lampu yang menyala terang serta rak yang terlihat dari luar segera menarik
perhatian saya untuk segera memasukinya. Ukuran toko yang besar berbanding lurus dengan jumlah koleksi bukunya. Di sini koleksi buku non fiksi memiliki jumlah
yang lebih banyak daripada fiksinya. Ada rak khusus juga yang berisi buku lokal
dari Malaysia dan Penang.
Kunjungan empat
toko buku di Penang ini membuat saya sadar kalau sebenarnya geliat literasi di
Malaysia ini ada tetapi untuk perkembangannya saya masih belum mengetahuinya. Sekadar
informasi tambahan saja peringkat literasi di dunia menempatkan Malaysia di
peringkat 53, sedangkan Indonesia di peringkat 60.
Entah bagaimana
maksud dari kawan dosen saya atas curahan hati pegiat literasi di Malaysia yang
mengeluh tidak semeriah di Indonesia. Tolok ukur apa yang ia gunakan sampai
bisa berkata demikian. Padahal peringkat Malaysia yang berada di 53 jauh di
atas Indonesia yang berada 7 angka di bawahnya. [1]
Namun sebenarnya
di hati saya terbersit sebuah ganjalan, kalau toko-toko buku hanya ramai di
tempat wisatawan yang notabene pengunjungnya juga pasti wisatawan asing,
mungkin ini juga yang dimaksud kawan dosen saya tentang kelesuan literasi di
negerinya.
...
Rekomendasi :
Jika kalian pergi ke toko buku di Penang dan menyukai fiksi maka Gerak Budaya di Lebuh Queen harus kalian datangi sedangkan kalau suka dengan non fiksi maka jangan lewatkan Hikayat di Beach Street. Toko buku lain yang bisa kalian datangi adalah Areca Books yang ada di Lebuh Aceh. Satu lagi, kalau mencari alat tulis dan art supply kalian bisa datang ke writer. Fotonya ada di bawah ini ya.
Rekomendasi :
Jika kalian pergi ke toko buku di Penang dan menyukai fiksi maka Gerak Budaya di Lebuh Queen harus kalian datangi sedangkan kalau suka dengan non fiksi maka jangan lewatkan Hikayat di Beach Street. Toko buku lain yang bisa kalian datangi adalah Areca Books yang ada di Lebuh Aceh. Satu lagi, kalau mencari alat tulis dan art supply kalian bisa datang ke writer. Fotonya ada di bawah ini ya.
Sumber data :
1. World's Most Literate Nations Ranked: https://webcapp.ccsu.edu/?news=1767&data
Comments
Post a Comment