Waktu terasa
begitu berharga ketika benar-benar hadir dan sadar saat itu juga. Tapi bagaimana
kalau kita melewati suatu waktu yang begitu berharga dan kita menghiraukannya?
Blue hour.
...
Aku memanggilnya Blue
Hour. Saat di mana tidak semua orang sadar akan keelokan warnanya. Kadang ia
nampak di pantai dengan hembusan bau air asin, kadang juga di pegunungan dengan
hawa dingin yang membuat tengkuk menekuk. Tapi kali ini aku menemuinya di
deretan bangunan bertingkat puluhan lantai.
Di dalam bus yang
kunaiki, Blue Hour menampakkan warna khasnya di balik gedung-gedung pencakar
langit, ia nampak seperti penjaga malam yang akan segera hadir.
Lampu-lampu di
dalam toko yang menyala terang turut membuat kehadirannya seperti disambut
meriah, namun itu sepertinya saja. puluhan pasang mata lebih tertarik melihat
bangunan ikonik khas kota ini. Mereka lalu sibuk mengabadikan gambarnya di bangunan
itu.
Lalu bagaimana
dengan Blue Hour?
Ia masih tetap di
sana, menjadi latar kompleks bangunan yang membuat banyak orang terkagum-kagum.
Tapi tunggu, ada seorang kakek tua yang berjalan di depan kuil mendongak ke
atas dan tersenyum sebentar. Mungkin ia juga sedang mengagumimu, Blue
Hour.
30 menit sudah
kau mewarnai langit menjadi biru, warna lain yang akan berjaga di langit berkata
kepadamu,”hai, ini giliranku.” Pelan-pelan langit menjadi kelabu.
Sampai jumpa lagi
Blue..
Comments
Post a Comment