Moeng Kopi: Sedikit Kafein Banyak Bercerita




Akhir pekan di Surabaya saya habiskan untuk keliling saja di dalam kota. Saya menganut prinsip "hah yang penting keluar dari rutinitas terserah entah ke mana kaki ini melangkah."

Sabtu pagi, saya akhirnya mengontak seorang kawan lama saya di kabaca, Meu namanya. Seperti yang saya duga ia pun langsung mengiyakan ajakan saya untuk bertemu di sebuah kedai kopi yang saya sendiri belum pernah kunjungi sebelumnya.

Beberapa jam sebelum kami bertemu, Meu menanyakan lokasi atau ancer-ancer kedai kopi tersebut. Saya sendiri yang belum pernah berkunjung ke sana lantas mengirimkan maps kepadanya.

"Maaf Meu aku belum pernah ke sana ini mapsnya."

Ia pun seperti sebelum-sebelumnya tanpa ba-bi-bu langsung membuka peta dan menuju kedai kopi tersebut. Lalu saya yang mengajak bagaimana? Ya datang langsung tapi agak telat hehe, maaf ya Meu.

Ternyata lokasi Moeng Kopi ini cukup "ndelik" istilah bahasa jawanya. Setelah saya mengarahkan motor ke UPN saya harus masuk ke dalam sebuah perumahan lalu belok ke kiri, lalu ke kanan, ke kanan lagi, lurus lalu sampai. Bisa membayangkan ndak? Ndak ya hahaha ( lihat di bagian bawah tulisan ini ada mapsnya).

Tiba di Moeng Kopi saya disambut sekumpulan mahasiswa yang akan meninggalkan Moeng. Sepertinya mereka sedang berkumpul untuk membicarakan sesuatu yang penting perihal kampus.

"He rek ini perlu kumpul lagi."

"Yo ayo.."

Ah percakapan-percakapan itu, rasanya setelah satu tahun meninggalkan dunia kampus, saya mengaku kalau rindu..

Bagaimana dulu mengikuti kegiatan kepanitiaan, cek cok dengan kawan, ngrasani senior yang mukanya galak, pulang larut untuk rapat kegiatan, numpang wifi untuk mengerjakan tugas, sebal saat dievaluasi senior, dan hal-hal lain yang masih banyak lagi.

Ketika saya sudah berhasil memarkirkan kendaraan di depan Moeng, saya bergegas masuk karena jam sudah menunjukkan 16.15 sedangkan kami berjanji untuk bertemu pukul 16.00.

Duh imama :(

Hal unik pertama kali ketika memasuki Moeng adalah alas kaki saya harus dilepas. Ah rasanya ini pertama kali saya masuk ke dalam kafe dengan keadaan nyeker. Kaki saya terasa dingin ketika menginjakkan kaki di lantai Moeng dan saya sangat menyukainya :D

Hal unik kedua yang saya sukai adalah tumpukan buku yang tertata rapi di rak yang diletakkan pada tiang-tiang ruangan. Tidak hanya ada satu rak tapi kalau tidak salah ingat ada empat rak yang berisi buku-buku yang belum sempat saya lihat. Saya terus melangkahkan kaki ke arah barista.

"Mas ini pesan dulu atau bagaimana?"

"Iya mbak bisa pesan dulu, ini menunya."

Barista tersebut menyerahkan sebuah papan kayu yang ternyata di atasnya tertulis menu makanan dan minuman yang dijual. Ukiran tulisan yang tercetak di atas kayu cukup sulit saya lihat.

"Hmm french fries mas, sama minumnya.."

Saat ini saya mengurangi kandungan kafein karena pengalaman yang sudah-sudah jantung saya sering berdegup kencang, entah mengapa saya jadi takut kalau minum kopi dengan kandungan kafein yang terlalu banyak. Saya pun memilih kombinasi kopi dan susu saja.

"Mau panas atau dingin?"

"Dingin."

"Mau kopi atau ada campurannya yang lain?"

"Campuran."

"Oke, cappucino dingin cocok buat mbak."

"Sip mas itu sama camilannya tadi ya saya duduk di atas."

"Siap mbak."

Saya senang dengan barista di Moeng ini yang membantu pelanggan yang suka bingung seperti saya wkwk.

Ketika berjalan menuju lantai dua, ada beberapa orang yang berfoto di sudut-sudut Moeng. Apik sekali memang sudut-sudut kafe ini (dan saya baru menyadarinya setelah saya akan pulang). Tiba di lantai dua saya disambut Meu dan seorang wanita.

"Kenalin Imama namanya Sari, eh gak apa-apa kan aku bawa teman."

"Hoo ya bolehh."

Setelah menjabat tangan Meu dan bercipika-cipiki saya menjabat tangan Sari dan memperkenalkan diri. Entah bagaimana kami memulai obrolan tiba-tiba saja ada begitu banyak hal yang membuat kami nyambung. Tentang teman SMA Sari yang menjadi pacar teman saya, jurusan kuliah Sari yang sama dengan mbak saya, sampai cerita sholat di gunung yang membuat kami berdua rindu melakukannya lagi.

"Eh ayo kita main ke gunung."

Secara cepat Meu membalas,"Yah aku gak bisa ke Gunung."

"Ya udah kita ke tempat yang bisa jalan bertiga."

"Ayo berangkat."

Obrolan kami pun berlanjut tentang cerita kesibukan harian, pernikahan teman, anak-anak di sekitar tempat kegiatan volunteer kami yang sudah duduk di bangku smp, dan cerita di masa lalu yang baru saya ketahui.

Beberapa kali ada beberapa orang berlalu lalang mengabadikan sudut-sudut Moeng yang membuat kami mengambil jeda untuk mengobrol dan menengok ke arah mereka.

Awan yang bergelayut di atas kepala kami dan hari yang makin gelap membuat kami memutuskan untuk mengakhiri perjumpaan kami di Moeng.

Satu hal yang membuat saya nyaman berada di tempat ini adalah suasananya yang seperti berada di rumah sendiri. Saking serunya obrolan kami tadi serta teduhnya Moeng, saya lupa menanyakan ada atau tidak wifi di tempat ini. Wah sudah lama saya tidak melakukan menanyakan password wifi di sebuah kafe haha kalau sudah begini ya memang tempat dan momennya yang pas sekali.

Tangga di lantai dua


Suasana outdoor

Jendela di lantai dua

Lantai di ruang outdoor



Bahan rajut yang dibawa teman saya



Buku kopi

Jendela di Moeng

Ruang Indoor lantai dua





Lantai satu Moeng


Musholla di Moeng yang berlokasi setengah outdoor, sebelah kanan adalah kolam ikan


Sari dan Meu

Secara keseluruhan Moeng tempat yang menyenangkan untuk bersantai melepas penat di Surabaya. Meskipun lokasinya yang cukup ndelik tapi terbayar kok dengan suasana rumahan kafe ini. Untuk makanan kedua yang kami pesan cukup lama datangnya bahkan hingga kami akan pulang makanan tersebut belum diantar huhu :( Bagi kalian yang memakai rok saat akan berkunjung ke tempat ini dan berencana duduk di outdoor lantai dua pastikan memakai legging haha karena lantainya yang terbuat dari besi bolong-bolong._. (you know what i mean ya~) Tapi saya senang dengan lokasi Musholla yang setengah outdoor, sudah lama tidak sholat diiringi angin yang berhembus ~ eaa haha.


Comments

  1. Sebenernya aku kurang suka kalo ke Cafe. Mending ke warung kopi aja. Karena nggak "mudeng" sama istilah menu (terutama minumnya).
    Jadi orang kayak aku gini bakal kebantu banget haha

    ReplyDelete
  2. Duduk di bawah tangga kayanya spot terbaik nih.
    Kalo aja dapat pemandangan menakjubkan
    (Sudah tau kan jawabannya :p)

    ReplyDelete
  3. Aku baru tahu di Sby ada kedai kopi macam gini, apa emg aku dulu yg kurang gaul ya:((

    Kalo di Jogja ini apa lagi deket kosku banyak sekali kedai2 kopi, nganggur pengen kedai kopi bisa jalan kaki aja atau sepedaan 5 menit 😂😂

    ReplyDelete
  4. tjieee yang udah melepas masa kampus.. sini tak tungguin di kampus yang lain haha.

    ReplyDelete

Post a Comment

back to top