Sebuah keistimewaan pada suatu malam yang temaram mendapat
suguhan hidangan raja-raja melayu sejak 650
tahun silam. Keladak kafeinnya masih terasa di ingatan seiring cerita sejarah
yang didengungkan oleh sang tuan pemilik kedai, Bang Teja Alhabd.
Inilah secangkir kopi Sekanak yang diseduh di cangkir
porselen Cina yang harum kafeinnya telah dicampur dengan tujuh macam rempah
yang berdaki hitam.
Alkisah sebuah kerajaan yang tercatat di sejarah sebagai
kerajaan maritim terbesar, Sriwijaya, mulai mengalami kemunduran.
Namun di wilayah Kepulauan Riau, sudah lama berdiri sebuah
kerajaan, Bentan atau Bintan namanya. Ada tiga raja yang begitu dikenal, Raja
Iskandar Syah, Wan Seri Beni , dan Sang Nila Utama.
Inilah secangkir kopi Sekanak. Hiruplah ! Dan gelegak kopi Sekanak, kemudian mengarak darah pengembara mereka menuju Temasik. Menuju Melaka, Johor, Riau, Lingga dan sekolah negeri di semenanjung Melaka. Dan dengarkan bisik Sang Nila Utama menghunjam rindunya pada Wan Sri Beni, di cangkir-cangkir porselin Cina: Adinda, biarkanlah darah sang Nila Utama berjejak dan membangun sejarahnya sampai ke Arafura, sampai ke Madagaskar sampai ke Okinawa, sampai kepaterakna Batara Majapahit, Ratu Sahina. Sesaplah!
Salah seorang raja Bentan yang menjabat yaitu Raja Seri Tri
Buana memindahkan pusat kerajaan Bentan yang semula di Pulau Bintan ke Temasik(Singapura)
di tahun 1158 M.
Lebih dari 200 tahun kemudian, tepanya pada 1384 M, Kerajaan
Bentan yang dipimpin oleh Prameswara dikalahkan oleh Majapahit yang kala itu
sedang mengalami kejayaan. Hingga ia memindahkan kerajaan ke Malaka dan kerajaan
pun berubah nama menjadi Malaka dengan Prameswara menjadi raja pertama di sana.
Prameswara kemudian masuk Islam dan beganti nama menjadi
Sultan Muhammad.
Layaknya sebuah roda, kehidupan kerajaan pun terus berputar
hingga pada akhirnya pada tahun 1511, Malaka dihancurkan Portugis pada masa
Sultan Mahmud Syah.
Bersama putranya yang bernama Raja Ahmad, sang Sultan
melarikan diri ke Bintan lalu berpindah ke Kampar, Riau, karena Portugis
menyerang Bintan.
Sang sultan yang malang, ia pun mengakhiri hidupnya di
Kampar dan digantikan anaknya yang bergelar Sultan Alaudin Riayat Syah.
Sang Sultan baru tersebut memindahkan pusat pemerintahan ke
Johor dan menjadi Johor 1 atau lebih tepatnya menjadi Raja di sana.
Inilah babak baru Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang.
Setelah itu, pusat pemerintahan berpindah-pindah. Bintan,
Johor, Hulu Sungai Carang di Bintan, Pahang, dan berakhir di Daik Lingga.
Dari Bintan berakhir di Bintan dapat dikatakan bahwa Bintan sebagai
hulu dan hilir cerita sejarah Melayu.
Saya mencungkil kopi Sekanak sesuai arahan Bang Teja. Warna kopi
pun berubah, dari mulai hitam pekat menjadi kecoklatan.
Aroma rempah kian menusuk hidung..
Laksana sang prajurit yang diperintah oleh raja, saya pun
kembali melaksanakan perintah sang tuan kedai, mencelupkan kayu manis beberapa
kali sebagai rangkaian ritual meminum Kopi Sekanak.
Dan kini tibalah saatnya saya merasakan hidangan para raja.
Lewat kayu manis saya menyesap pelan Kopi Sekanak.
Ada rasa yang berkecamuk di mulut, lalu turun melewati
tenggorokan, campuran rempah dan kafein kian
memenuhi rongga tenggorokan dan penciuman. Rasanya begitu lengket dan pekat.
Saya tak bisa berhenti menyesap kopi. Enak betul rasanya. Meski
bukan kopi murni karena ada tambahan rempah dan susu tapi rasa-rasanya kopi
sekanak adalah kopi terenak yang pernah saya cicip.
Sangatlah tepat Raja Melayu mendaulat Kopi Sekanak sebagai
hidangan mereka.
Dan slogan “hidangan para raja” yang awalnya saya kira
adalah slogan penarik pengunjung untuk datang nyatanya memang benar adanya. Kopi
Sekanak, menurut sang tuan pemilik kedai dapat membuat perasaan tenang, tidur
nyenyak, dan bangun tidur dengan tubuh yang akan semakin segar.
Sebuah malam yang mahal dengan rasa kopi istimewa yang
melekat di otak namun sejurus kemudian saya sadar, berbanding terbalik dengan
kegembiraan saya menyesap Kopi Sekanak, remahan sejarah kerajaan melayu berakhir
pilu, pada tahun 1913 M, Kerajaan Riau-Lingga takluk di tangan negara berbendera merah putih biru.
(*Kopi sekanak ini nyatanya memiliki filosofi, si kopi
mencerminkan watak orang melayu, yang harus dihadapi dengan alon-alon atau pelan-pelan
janganlah terburu-buru..)
Sumber informasi:
2. Dapoer Melayoe, Teja Alhabd. Sila berkunjung ke Jl. Sultan Mahmud No.11, Tj. Unggat, Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau
Telepon: 0812-7006-0098
Jam buka: 07.30–20.00
---
Tulisan ini adalah salah satu hasil perjalanan dari kegiatan famtrip oleh Kementerian Pariwisata. Semoga bermanfaat ya tulisannya :D #PesonaIndonesia #PesonaTanjungpinang
Baca cerita lainnya: Tercengang di Pecinan Tanjungpinang
---
Tulisan ini adalah salah satu hasil perjalanan dari kegiatan famtrip oleh Kementerian Pariwisata. Semoga bermanfaat ya tulisannya :D #PesonaIndonesia #PesonaTanjungpinang
Baca cerita lainnya: Tercengang di Pecinan Tanjungpinang
Hmm negri kita ini memang terlalu kaya. Termasuk soal kopi, yang setiap daerah punya ciri khas masing2. Pun memiliki kisah2 yg berbeda dan menarik untuk dikulik.
ReplyDeleteMenarik mbak ulasannya.
Sukaaaa ! Jangan berhenti nulis .. Imama ��
ReplyDeletetulisanmu tentang kopi. Jiwanya dapat Mba.
ReplyDeleteAku malah bacanya: Kisanak. Hehe.
Membaca tulisan ini, seperti aku sedang mengecap kopinya. Membayangkan saat mengaduk bersama kayu manis, aroma yang menyeruak menusuk indera, kemudian. Ah, sayang, kamu hanya berbagi lewat cerita saja. Ga bawain aku oleh2 kopi Kisanak.
Mau dong, kopinya!
wahhh pencinta kopi yahh...
ReplyDeleteAku pingin kopinya (lagi)!
ReplyDeletewell done good writen im :D
ReplyDeleteLong time no see ya
aku nyoba teh rempah dengan kayumanis di India dan emang citarasa cinnamon ini bikin rasa jadi seger enak gitu yaa. nah, kalau kopi-kopi di kepri, entah kenapa, semuanya enak. yang di bangka belitung juga enakk..
ReplyDeleteSebagai orang yang tak terlalu terbiasa minum kopi (yang mutlak). Kayaknya kopi dengan campuran susu dan rempah bisa jadi alternatif.
ReplyDeleteTulisanmu cantik, Nai. :)
Im, aku bukan coffee person nih, kalo minum kopi ini tetep bakal suka nggak? :D
ReplyDelete