Pacet, Was-Was dan Ketidaksiapan




Menuruni jurang adalah salah satu hal yang tidak pernah ada di daftar kegiatan-paling-ingin dilakukan seumur hidup saya. Tapi ternyata beberapa minggu yang lalu saya berkesempatan mencoba salah satu kegiatan yang cukup ekstrim tersebut.

Awalnya segerombol anak-anak yang telah kami ajak belajar dan bermain bersama saat pagi hari mendatangi tempat saya dan teman-teman komunitas 1000 Guru Surabaya beristirahat.

Mereka berniat mengajak kami berjalan-jalan ke sungai tempat mereka biasanya bermain.
Jarak yang terucap dekat menjadi salah satu magnet yang membuat kami langsung tergiur dan mengiyakan ajakan mereka.

Namun sepertinya kami memiliki definisi dekat yang berbeda dengan mereka. Jika saya mendefinisikan dekat dalam jarak 100 meter sampai 300 meter dengan jalanan rata, mereka mendefiniskan dekat dalam jarak 1 km sampai 2 km dengan kondisi jalan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya karena begitu menantang!

Rasa was-was, takut, dan cemas menjadi satu ketika anak-anak menunjuk sebuah jalan setapak menurun yang tampak begitu curam. Di depan saya memang pemandangan begitu menawan namun saat melihat jalan ke bawah tampaklah jurang dengan pepohonan dan tumbuhan lain yang menutupi dasar.

Pemandangan di depan mata, lalu melihat ke bawah :((


Sebenarnya rasa was-was saya dipicu oleh ketidaksiapan saya sendiri. Bayangan saya yang mengira akan jalan santai berakhir dengan keputusan tidak berganti baju. Setelan rok, kaos oblong, dan alas kaki cr*cs plastik ungu saya pakai untuk menuruni jurang yang tanahnya begitu licin dan berbatu. Sekali lagi saya tidak pernah membayangkan jalannya seekstrim ini.

Tiba-tiba saja saya harus dihadapkan pada pilihan menuruni jurang atau tetap di tempat, tidak melakukan apa-apa, hanya menunggu saja karena apa yang saya saya kenakan waktu itu begitu tak sesuai dengan apa yang ada di depan mata.

YOLO,You Live at Once...,”kata Sara salah satu peserta yang berasal dari Eropa.

Ah, kesempatan pergi ke tempat ini tak pasti terjadi dua kali dalam hidup saya, apa salahnya mencoba, toh kalau terjadi apa-apa masih ada teman yang akan membantu :D

Dan ya! Saya menuruni jurang dengan jalan setapak selebar dua badan orang dewasa dengan alas kaki berbahan plastik dan rok.

Jangan bayangkan cara saya berjalan turun. Berbeda dengan anak-anak yang berlarian menuruni jurang, setidaknya ada beberapa siput di jalan yang mampu saya balap.



Beberapa bagian ada yang sudah diberi jalan setapak tapi lebih banyak tanah

Sebenarnya saya juga sedikit bingung menyebut ini jurang atau lembah atau istilah lainnya karena hanya kata tersebut yang muncul di otak. Yang pasti tempat yang saya kunjungi ini diapit oleh dua tebing besar dengan dasar sungai yang konon kata anak-anak adalah salah satu jalur rafting yang ada di kawasan Trawas.

Di depan tebing

Di salah satu titik ketika turun, nampak tebing yang terlihat di seberang.

Setelah setengah jam berjalan menyusuri jalan yang menurun, suara gemuruh air disertai suara dari teman-teman yang sepertinya sudah tiba di sungai semakin menambah semangat saya berjalan.

Dan akhirnya sampailah saya pada dasar dari jurang yang tak berdasar jelas ketika dilihat dari atas tadi.

Sungainya memang benar-benar jernih dan airnya sangat segar.

segarrr :D

Berakhir nyeker ._.


Saya membasuh muka berkali-kali sebagai rasa syukur dapat turun dengan selamat sekaligus menghilangkan rasa lelah yang menjalar di seluruh badan. (Hmm padahal masih ada pr naik jurang lagi haha).

Warga sekitar bercerita bahwa dahulu ada sebuah resort yang akan dibangun di dekat sini namun karena pemilik tiba-tiba sakit keras maka pembangunan dibatalkan.

Saya membayangkan kalau jadi dibangun resort, mungkin jalannya tidak akan seekstrim ini. Mungkin saja akan dibangun jalan setapak yang mempermudah pengunjung, mungkin saja saya bisa membalap siput lebih cepat lagi.

Ah tapi inilah seru dan menariknya ke lokasi sungai ini, setidaknya saya belajar untuk cepat mengambil keputusan ketika sesuatu terjadi tanpa persiapan matang yang tak pernah saya sangka sebelumnya. 


Foto bersama di kali :D



ps:kalau tau medannya sedikit ekstrim saya pasti akan memilih alas kaki lain yang lebih aman ._. tapi...Terima kasih banyak sandal plastik ungu yang unyu ! :D


Oh ya di 1000 Guru ini sudah tersebar di beberapa regional di Indonesia, bagi kalian yang ingin mengikuti kegiatan 1000 Guru di luar pulau tempat kalian tinggal bisa mencari  tiket pesawat murah di Tiket2.com ya :D  Banyak  tiket pesawat murah dan promo di sana. Tunggu apalagi segera klik link ya :D

Comments

  1. kalau lagi trekking, alas kaki memang perlu diperhatikan :D
    sungainya masih jernih. cocok buat main air :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. wajib banget diperhatikan ._. salah alas kaki bikin perjalanan gak nyaman hiks iyaaa sungainya masih jernih pol

      Delete
  2. Kamu begitu keren mbak :(. Jalanannya gitu, pakai alasnya juga gt :(.

    ReplyDelete
  3. mbak itu namae apa ya????
    desa q kan daerah pacet soale.. tak paranane.. hehhee

    ReplyDelete
  4. Wehhhhh aqu wingenane kesasar totok kene, panggone jos tpi ijek penasaran sampek ndi hulu sungaine

    ReplyDelete
  5. Descending a cliff is an activity that demands courage and caution. The experience you described, where a seemingly close distance turned out to be a challenging journey, reminds me of the importance of medical case analysis. Just as one must carefully assess the path ahead during a risky adventure, medical professionals analyze complex cases to determine the best course of action. They navigate through intricate details, similar to maneuvering down that steep path, to provide accurate diagnoses and effective treatments. It's a process that requires expertise, attention to detail, and a focus on patient well-being.

    ReplyDelete

Post a Comment

back to top