Penerbangan pagi kala itu berlangsung dengan terburu-buru,
iya aku lagi-lagi hampir terlambat memasuki pesawat. Petugas yang berjaga juga
ikut tergopoh-gopoh menanyaiku ke mana saja karena pesawat segera berangkat.
“Mbak, ke mana saja? Sudah boarding beberapa menit lagi mau
terbang,” suara petugas terdengar sedikit kesal kepadaku.
“Iya pak maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari mulutku, aku
tak bisa berkata apa-apa lagi selain mengutuk diriku sendiri.
Dengan membawa tas ransel dan jinjing aku menaiki eskalator
yang membawaku turun untuk menaiki bis yang akan mengantarku ke dalam pesawat.
Alhamdulillah, tidak
telat.
Aku masuk ke dalam pesawat yang akan mengantarku ke Pulau
Dewata. Setelah sehari sebelumnya aku memilih tempat duduk di kursi bernomor 9A
melalui web check in, aku masuk ke dalam dan segera mencari kursi bernomor 9A.
Ah itu dia!
Namun kursi tersebut sudah ada yang menempati. Seorang
perempuan muda terlihat menerawang jauh keluar jendela.
“Mbak maaf itu kursi saya.”
Tanpa mengeluarkan satupun kata perempuan tersebut lalu
bergeser ke kursi di tengah yang masih kosong.
Aku pun mengucapkan permisi dan segera duduk di kursi dekat
jendela pilihanku sendiri.
Tak lama kemudian pesawat mulai bergerak. Aku pun mencoba
mengatur nafas sambil menenangkan pikiran setelah sedikit berlarian dan terkena
semprot petugas bandara.
...
Entah ini sudah berapa ribu kaki di atas udara dan aku sibuk
membolak-balik majalah yang disediakan maskapai hingga halaman terakhir.
Kebosanan pun datang. Setelah menghabiskan snack yang diberi
oleh pramugari aku bingung sekarang harus bagaimana lagi. Ingin mengobrol
dengan perempuan yang di sebelahku tapi sepertinya ia enggan karena aku
sudah “merebut” tempat duduknya.
Hmmm...
Aku pun menengok ke sebelah kiri. Olala, pemandangan pagi ini
sangat cantik dan aku baru menyadarinya. Awan-awan berwarna putih yang
berbentuk tak beraturan terhampar. Dari balik kaca jendela aku bisa melihatnya
dengan jelas bagaimana warna biru pastel berpadu dengan merah muda lembut. Aku benar-benar
menyukainya, gradasinya menurutku sangat luar bisa cantiknya. Sang Pencipta
sungguhlah Sang Maestro tiada dua karena telah menciptakan suguhan sempurna
pagi ini.
Lalu aku pun mulai memejamkan mata, membayangkan bagaimana
rasanya berada di tengah-tengah awan berwarna biru pastel itu.
Seperti wendy di dongeng peterpan, tanpa memakai alas kaki
aku akan terbang meliuk-meliuk bebas di antara gumpalan awan. Masuk ke dalam
awan satu ke awan lainnya sambil sesekali menari mendengar musik dari angin
yang berhembus pelan. Aku akan terbang bebas di antara awan tanpa ada yang
menghalangi.
Aku terus membayangkan aku terbang di antara awan pastel itu
lalu... Duk!
Aw,kepalaku mengenai kaca jendela.
Lalu aku kembali membuka mata, meski tak bisa terbang menari
di atas awan namun pemandangan di sebelah kiri mengobati kekecewaanku. Kali ini
puncak gunung yang entah-namanya-apa terlihat di antara gumpalan awan biru
pastel. Tak jauh dari gunung tersebut garis pantai memanjang terhampar. Ahh,
sempurna! Aku tak lagi membayangkan bisa terbang di antaranya karena aku hanya
ingin menari di atas awan.
Suara berat terdengar agak samar di telingaku. Pilot
mengabarkan kalau sebentar lagi akan sampai di bandara tujuan.
Aku melihat ke sebelah kiri lagi, berharap awan biru pastel
mengikutiku namun harapan itu kubuang jauh-jauh. Tak ada satu pun awan yang
mengikuti.
Kulihat sekali lagi dengan seksama, berharap ada yang mengikuti
dan Ya! Ada gumpalan awan seperti mengikuti dari belakang. Aku pun kembali
menegakkan kepala dan melihat ke arah awan. Namun, sepertinya ada yang aneh
dengan awan yang mengikutiku. Bentuknya tak secantik awan pastel tadi. Kali ini
warnanya abu-abu kehitaman.
Awan apa itu? Aku
bertanya dalam hati.
Awan-awan itu seperti berlari kearahku. Makin lama
gerombolannya makin banyak.
Perlahan suasana di luar mulai gelap.
Tiba – tiba ada satu gumpalan awan besar yang dimasuki
pesawatku. Lalu pesawat mulai terguncang pelan. Guncangan tersebut tak kunjung
reda malah semakin keras. Lalu gemuruh hujan tiba-tiba datang.
Suasana dalam pesawat makin gelap. Guncangan yang tak
kunjung reda membuat botol di meja lipat berpindah tempat.
Ada yang tidak beres,
ada yang aneh.
Aku kembali memikirkan awan yang dimasuki pesawat yang
kunaiki. Awan apa ini?
Pramugari dari arah belakang berlari ke depan.
Pesawat terus berguncang keras dengan air hujan yang
terdengar seperti menusuki pesawat yang kunaiki, bayi di depanku mulai
menangis.
Aku menoleh ke kaca di sampingku, gelap!
Oh, di manakah awan-awan yang berwarna biru pastel tadi? Aku
tak menyukai berada dalam awan gelap ini.
Keadaan makin kacau, beberapa orang mulai gaduh menanyakan
apa yang sedang terjadi. Pramugari yang ada tak bisa mengendalikan suasana.
Pak tua di samping perempuan yang kurebut kursinya tadi kulihat
menunduk, memejam mata sambil merapal sesuatu.
Oh sedang terjadi apa ini? Ayolah cepat bawa kami semua ke
bandara yang tadi katanya sudah dekat.
Suara tangisan bayi terdengar kembali kini terdengar dari arah
belakang. Lampu di dalam pesawat kemudian mati. Bersamaan dengan itu tiba-tiba kudengar tak ada lagi suara mesin.
Mesin mati. Suasana dalam pesawat gelap total! Aku merasakan
pesawat terhentak meluncur tajam tanpa kendali. Suara teriakan penumpang
terdengar keras memenuhi isi pesawat.
Aku pun mengikuti pak tua untuk diam mulai berdoa meskipun rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya Kembali kutengok jendela di sebelah kiriku dan melihat sepertinya
ada awan berwarna biru pastel tadi. Sepertinya memang ia mengikutiku, namun
suasana kacau seperti ini tak seharusnya ia muncul. Seharusnya ia muncul sejak
tadi menggantikan awan hitam ini. Aku kembali merapal doa. Sebuah tanya di
otakku tiba-tiba mencuat, awan-awan yang datang menghampiri apakah pertanda
sebuah ajakan untuk saatnya aku menari di atas awan berwarna biru pastel tadi?
Ini bukan saat yang tepat, pesawatku jatuh dan untuk kali
ini aku tak mau menari di atas awan.
Serem ah..semacam Final Destination ini (O.O!)
ReplyDeletehehe :p ceritanya emang dibikin gitu mbak
Deleteweehh keren mbak
ReplyDeletemakasi dek :D
DeleteHmmmm, calon novelis ini :))
ReplyDeleteKalau boleh saran, mungkin lebih enak jika kata "mengutuk" diganti "merutuk", biar gak terlalu berat, hahaha. *cuma saran kok, selanjutnya up to Imama* :D
Wah, kalau ada deskripsinya penerbangan itu jam berapa dan dari mana ke mana, mungkin saya bisa ikut menebak gunung-gunung apakah itu..? ;)
aamiin yoo mas haha. Sip sip makasiii sarannyaa. Ini pagi-pagi mas jam 8 an laah dari surabaya ke bali, hayo tebak
DeleteKeren...
ReplyDeleteFiksi toh, kirain beneran :)
ReplyDelete