Redish di dalam bagasi



Seorang petugas dengan nadanya yang tegas berkata,” Maaf mbak berhubung kabin penuh penumpang, maksimal 1 penumpang bawa 1 tas aja, tas yang lain ditaruh bagasi.”

Pemilikku tampak begitu bingung karena ia sudah merapikan barang bawaan di tiga tas yang ia bawa,tas cangklong, jinjing, dan ransel. Sekarang ia harus memilih tas mana yang harus diletakkan di bagasi. Aku pun memohon agar tidak ditaruh disana. Cukup sekali saja berada di dalam bagasi. Pengap, kelakuan petugas yang kasar saat menaruh di dalam bagasi, belum lagi kalau ada tindak pencurian dimana pencuri memakai berbagai cara untuk melukai badan kami. Aw membayangkannya saja aku sudah bergidik ngeri.

Namun sepertinya pemilikku lebih memilih tas jinjing bututnya yang dibeli di toko souvenir saat ia berlibur di Pulau Dewata. Aku pun berteriak,” Tidak, tolong jangan letakkan aku disanaa.” Namun semua itu percuma karena pemilikku pasti tidak mendengarnya. Akhirnya ia pun memindahkan laptop dan diletakkan di dalam tas jinjing butut tersebut.


Dengan langkah gontai pemilikku berjalan ke arah counter maskapai penerbangan yang akan ia naiki malam itu. Dengan sedikit terpaksa pula ia segera menaruhku di timbangan digital. Bagian atas badanku ditempeli sebuah kertas. Kemudian petugas melempar pelan badanku ke arah mesin pembawa barang ke bagasi. Aku pun menaiki mesin tersebut yang berjalan pelan. Semoga baik-baik saja, bisikku di dalam hati.

Pengap ! Akhirnya aku merasakan lagi keadaan ini. Aku diletakkan di sudut ruangan yang pengap. Ketika melihat sekeliling nampak beberapa tas yang ukurannya lebih besar dari badanku tampak mengeluh pula.

“Ah nasib tas koper besar, tiap naik pesawat pasti ditaruh disini.” sebuah suara terdengar dengan nada mengeluh.

“ Selalu diletakkan disini ? ” aku pun langsung menimpali.

“ Selalu! Beruntung kau punya badan kecil, pasti jarang sekali berada di ruangan ini.”

Aku pun terdiam sesaat sekaligus mengiyakan ucapan tas koper berukuran sebesar TV 32 inch tersebut. Akhirnya sepanjang perjalanan aku pun mengobrol dengan teman – teman baruku di bagasi pesawat yang berwarna sama seperti namaku,merah. Mereka berasal dari berbagai daerah, ada yang dari Bandung, Surabaya, Bogor, bahkan ada yang dari Makassar. Wah senang sekali rasanya berkenalan dengan banyak teman baru. Ternyata di tempat yang tidak nyaman seperti bagasi ini aku bisa bertemu dan berbagi banyak sekali cerita serta pengalaman dari perjalanan mereka.

Tiba-tiba pesawat terasa menukik ke bawah, beberapa saat kemudian guncangan pelan kami rasakan.

“ Akhirnya mendarat juga!” seru teman saya, Dias, yang merupakan tas koper terbesar di bagasi ini.

Beruntung malam itu penerbangan lancar, ketika pintu bagasi dibuka, dengan segera udara “segar” khas kota pahlawan menyeruak masuk. Kami pun diambil satu persatu oleh petugas untuk diletakkan pada mesin berjalan.

Badanku kurebahkan. Mesin pun berjalan pelan melewati karet berwarna hitam seperti kelambu. Aku melihat pemilikku dari kejauhan. Ia terlihat celingak celinguk mencari dimana letakku. Ia nampak begitu khawatir. Wajahnya nampak begitu lelah. Bukankah ia dapat berisitrahat dengan santai di dalam kabin pesawat? Apakah ia mencemaskanku? Aku ingat tadi ia nampak begitu kecewa mendengar kata-kata petugas. Dan hey tumben sekali ia membawa troli. Mungkin memang benar dugaanku setelah ia mengangkat pelan badanku ia berkata pelan ,” Syukurlah, di dalam tadi aku gak bisa tidur padahal badan capeek banget, gak tau kenapa.”

Entah mengapa aku senang mendengar kalimat tersebut, artinya kami berdua sama-sama tidak bisa beristirahat. Meskipun pemilikku dapat duduk dengan nyaman di kabin pesawat toh bukan jaminan ia dapat beristirahat. Sudah lama pemilikku mengajakku berjalan – jalan dari pantai, hutan, gunung, dari tempat yang indah sampai tempat yang busuk pun sudah pernah kudatangi bersamanya. Mungkin karena seringnya ia mengajakku pergi, hati kami pun sudah sangat menyatu, saat satu diantara kami tidak bisa istirahat dengan tenang, yang lain pun ikut merasakannya. Agak kasihan juga sebenarnya karena ia tidak sempat beristirahat :(

Akhirnya ia menaruh pelan badanku di atas troli dan berjalan dengan sedikit tergesa-gesa keluar dari bandara, entah mengapa ia selalu melakukan hal ini berjalan cepat seakan dikejar maling. Namun kali ini sepertinya ia sedang ditunggu seseorang, ah sudahlah yang penting sekarang aku bisa duduk santai setelah satu jam disekap di dalam bagasi. 

Duduk di atas troli


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita singkat di atas ditulis ketika mendengar musibah AirAsia, entah mengapa di otak saya tiba-tiba mengalir sebuah ide menulis cerita tentang pengalaman tas saya di dalam bagasi pesawat.

Saya juga turut berduka cita atas jatuhnya pesawat AirAsia. Semoga cuaca cepat membaik, semua korban ditemukan, dan untuk keluarga yang ditinggalkan semoga diberi kesabaran, ketabahan, dan kekuatan. Aamiin :) 

Comments

Post a Comment

back to top