Saya menarik rapat
sleeping bag yang saya jadikan
selimut dengan harapan dapat lebih menghangatkan badan saya yang terasa semakin
dingin. Saya tidak tahu dengan persis berapa derajat suhu waktu itu di puncak
bayangan Gunung Penanggungan. Yang dapat saya pastikan suhu waktu itu mampu
membuat seluruh badan saya menggigil kedinginan , terasa kaku dan susah
digerakkan. Jam digital di handphone
saya menunjukkan pukul 03.00 pagi artinya sudah waktunya untuk
bersiap mendaki ke puncak. Waktu yang dibutuhkan sekitar dua jam untuk
sampai di puncak Gunung Penanggungan. Karena kami mengejar momen terbitnya sang
fajar maka kami harus berangkat dini hari.
Saya diam
sebentar untuk mengumpulkan nyawa sambil menggesekkan kedua tangan saya
berulang kali agar terasa hangat. Saya lupa tidak membawa sarung tangan waktu
itu dan akhirnya harus menanggung akibat tangan saya kedinginan. Akhirnya saya keluar dari tenda yang memuat empat orang ini karena diluar sudah terdengar
ramai. Di luar tenda saya melihat teman – teman saya mengelilingi api unggun
kecil yang kami buat kemarin malam. Sudah tidak terlalu besar nyala apinya
hanya tersisa sedikit bara api.
Saya duduk di
samping teman saya yang sedang membuat minuman penghangat hasil racikan
sendiri. Saya melihat dia memasukkan madu , bubuk jahe dan air hangat
yang dimasukkan ke dalam botol yang kemudian ditutup dan dijungkir balikkan
agar tercampur semua. Beberapa jungkir balikan dan akhirnya ‘oplosan’ buatan
teman saya berhasil dibuat. Saya ditawari teman saya tapi saya menolaknya. Saya
memang menyukai minuman STMJ , Susu Telur Madu Jahe , tapi entah kenapa saya
enggan mencoba minuman teman saya tersebut. Memang saat trekking dan camping di
atas gunung kita dituntut untuk berpikir kreatif dengan memanfaatkan apa aja
yang ada di sekitar kita agar dapat digunakan untuk kebutuhan saat mendaki.
Misalnya saat memasak , sebuah sendok selain untuk alat makan juga kami gunakan
untuk alat untuk menggoreng.
Perut saya
terasa perih karena lapar. Mungkin karena pengaruh cuaca dingin yang semakin terasa menusuk
tulang. Beruntung salah satu teman saya
berbaik hati menyisakan mie instan di gelas yang tanpa pikir panjang akhirnya
saya makan sampai habis.
Waktu
menunjukkan pukul 03.30 dini hari. Teman - teman saya yang sedang tertidur
lelap mulai dibangunkan dengan teriakan khas kami. Dan akhirnya satu persatu
teman – teman saya bangun. Suasana puncak bayangan mulai ramai. Selain karena
teman-teman saya bangun , pendaki lain yang juga sunrise hunter mulai bersiap dan berangkat mendaki ke puncak Gunung
Penanggungan. Kami pun mulai bersiap diri.
Teman-teman
saya mulai memakai sarung tangan , head
lamp , jaket , dan lain-lain. Saya yang hanya bersiap setengah jam untuk
pendakian kali ini hanya bisa mengutuk diri kenapa tidak mempersiapkan semua
kebutuhan lebih awal agar bisa membawa lengkap semua kebutuhan mendaki. Saya
jadi ingat seseorang berkata kepada saya “ kamu kok maksa banget ikut muncak? ”
Waktu itu saya tidak menghiraukannya tapi sekarang saya mengiyakan ucapannya.
Beruntung saya masih membawa jaket tebal yang sebenarnya tidak cocok dipakai
untuk pendakian semacam ini.
Mungkin karena
iba saya kurang persiapan salah satu teman saya meminjamkan head lamp kepada saya. Dengan sumringah saya menerimanya dan segera
memakainya di kepala saya. Akhirnya tepat pukul 04.00 dini hari kami berkumpul
di samping tenda dan mulai berdoa untuk kelancaran pendakian ke puncak.
Sekitar 3 menit
kami menundukkan kepala meminta lindungan Sang Kuasa pada pendakian ke Puncak
Penanggungan kali ini. Suasana hening sejenak. Entah apa yang teman-teman saya
doakan tapi saya yakin doa kami sama , yaitu memohon perlindungan , kelancaran
dan keselamatan pada pendakian ini. Setelah selesai berdoa kami pun berkumpul
di tengah dan menjulurkan tangan kami menjadi satu. Salah satu teman kami
berteriak “ POLITEKNIK !! “ kami pun membalasnya dengan kalimat singkat sarat
arti “ JOSS!!!”.
Setelah jargon
kampus kami selesai diucapkan kami pun berangkat mendaki. Kali ini perempuan
yang ikut mendaki berkurang menjadi tiga orang termasuk saya. Salah satu teman
perempuan kami tidak ikut karena sesuatu hal. Kemudian salah satu laki-laki tim
kami memimpin di depan dan diikuti kami bertiga kemudian baru teman laki-laki
saya yang lain mengikuti di belakang. Teman-teman saya yang lain memilih untuk
tinggal di camp untuk menjaga brang-barang kami dan memasak untuk sarapan.
Suhu dingin
dengan setia menemani kami yang berjumlah sekitar 15 orang. Derap langkah dan
hembusan nafas kami memecah kesunyian dini hari di Gunung Penanggungan. Jalan
setapak yang hanya muat dilewati satu orang adalah jalur pertama yang harus
kami lewati. Beruntung kemarin malam tidak hujan sehingga jalan dari tanah ini
berhasil kami lalui. Setelah melewati jalan setapak baru lah tantangan dimulai.
Batu-batu terjal menyambut kami. Jalan pun mulai menanjak. Dengan perlahan saya
menaiki satu persatu batu-batu di depan saya. Saya mencari batu pijakan yang
pas dan tepat agar tidak terpeleset. Saya juga mencari batu pijakan yang sudah
menancap kuat di tanah agar tidak ada suara “awas batu “. Kasihan yang berada
di bawah saya kalau terkena batu yang saya pijak runtuh ke bawah. Beberapa kali
dari atas saya terdengar “ awas batu “. Kami pun bersiap diri menepi ke
samping. Tapi saya bersyukur tidak terkena runtuhan batu dari atas.
Selain suara
serangga dan suhu dingin , pendakian kali ini ditemani oleh gugusan bintang di langit.
Tampak beberapa gugusan bintang membentuk rasi bintang yang tidak saya ketahui
apa namanya. Langit malam seperti ini yang selalu saya nanti saat mendaki
gunung. Cerah , tanpa awan , bintang berkelap – kelip tanpa gangguan dan saya
melihat dari ketinggian gunung bukan di tengah kota. Hal ini memberikan suasana yang berbeda.
Sekitar 45
menit kami berjalan menaiki bebatuan , terdengar suara adzan. Mendengar
panggilan Tuhan dari atas gunung adalah hal baru bagi saya. Lantunan
lafadz Allah yang berkumandang mengingatkan saya akan kebesaran-Nya. Bagaimana
kita begitu kecil ketika di alam bebas seperti ini. Tapi sayang kami tidak bisa
melaksanakan shalat karena tidak ada lahan datar untuk shalat. Kami pun
memutuskan untuk terus berjalan dan akan melaksanakan shalat subuh ketika di
atas puncak gunung.
Akhirnya setelah
perjuangan panjang sekitar satu setengah jam terdengar suara ramai. saya melongok
ke atas dan ternyata sedikit lagi sudah sampai di puncak. Saya pun mempercepat
langkah kaki yang terasa makin berat.
Dan akhirnya
saya sampai di puncak. Semburat warna jingga dan biru di langit menyambut
kedatangan saya. Setelah beristirahat sebentar saya pun segera shalat. Tapi sayangnya
teman-teman saya tidak ada yang membawa matras sebagai alas. Beruntung salah seorang
pendaki berbaik hati meminjamkan matras kepada saya sebagai alas shalat.
Sambutan dari alam ketika sampai di puncak |
Setelah shalat
akhirnya kami berkumpul dan berfoto bersama karena memang tujuan kami kesini
untuk merayakan ulang tahun kampus kami yang ke 26. Kami juga membuat video
yang berisi doa dan ucapan selamat untuk kampus tercinta kami , Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya.
foto bersama teman sekelas |
Setelah berfoto
bersama kami sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang asyik berfoto selfie , ada yang mencari spot terbaik untuk
berfoto dan ada pula yang hanya duduk menikmati suasana di puncak gunung. Saya mendapati
ada sepasang orang sedang tertidur di dalam sleeping bag. Sekilas terlihat
seperti dua kepompong berada di atas gunung hahaha.
Dua kepompong di puncak gunung :)) |
Siluet Gunung Welirang |
Suasana puncak
Penanggungan waktu itu agak ramai. Karena mungkin waktu itu sedang long weekend sehingga banyak orang
memutuskan untuk menghabiskan waktu liburannya untuk menaiki gunung setinggi
1657 mdpl ini. Saya pun masih tertegun dengan apa yang saya lihat ini karena di
pendakian saya sebelumnya saya belum mendapatkan lukisan alam seindah ini.
Memang waktu itu langit tidak cerah karena tertutupi awan. Tapi hal itu membuat
langit tampak begitu indah. Awan yang bercampur dengan cahaya matahari pagi menghadirkan
kombinasi unik. Di kota besar seperti Surabaya saya tidak pernah menjumpai hal
seperti ini. Akhirnya saya duduk sebentar dengan teman-teman saya yang lain
menikmati suguhan luar biasa dari Sang Pencipta.
Matahari yang malu-malu terbit :)) |
Peace ✌ |
Suguhan alam
kali ini merupakan “bayaran“ atas apa yang kami lakukan dini hari tadi. Karena menurut
saya mendaki sebuah gunung seperi kita menjalani kehidupan. Susah payah kita
melangkahkan kaki kita menuju puncak. Menaiki batu-batu terjal , melewati
lumpur dan genangan air , yang tidak jarang itu semua memiliki resiko seperti
baju penuh lumpur , tergelincir di batu karena licin yang biasanya
mengakibatkan kaki keseleo dan terluka bahkan sampai mengeluarkan darah. Kadang
nyawa juga menjadi taruhannya. Hidup juga seperti itu , kita berjuang
mati-matian dengan penuh pengorbanan meniti langkah untuk mencapai puncak
kehidupan yang biasanya kita ibaratkan dengan tercapainya mimpi kita. Segala hal
kita usahakan untuk mencapai mimpi kita. Terkadang saat mendaki gunung ada
beberapa orang gagal sampai ke puncak dengan berbagai alasan , seperti faktor
alam dan cuaca , faktor manusia itu sendiri karena kesehatannya , dan
sebagainya. Mimpi juga seperti itu. Kita sudah mengusahakan semaksimal mungkin
segala kemampuan kita untuk meraihnya tapi tidak jarang ada beberapa mimpi yang
gagal kita raih. Bukan salah kita untuk tidak dapat meraihnya tetapi ingat
hakikat manusia yang tugasnya untuk berusaha serta berikhtiar sedangkan hasil
akhir ada di tangan Tuhan. Ketika mimpi tidak dapat kita raih tetaplah berpikir
positif bahwa Tuhan telah menyiapkan yang lebih baik dari itu.
Matahari tampak
makin tinggi. Kami yang belum sempat mengisi perut saat berangkat tadi akhirnya
memutuskan untuk segera turun. Terbayang bagaimana jalur yang kami lewati tadi
saat berangkat akan kami lewati lagi. Tapi membayangkan saja tanpa berani
melaluinya hanya sia-sia tidak ada manfaatnya. Akhirnya setelah berdoa kami pun
turun dari puncak. Kami ingat salah satu tulisan saat di pos pertama “ Puncak
adalah Tujuan Semu , Tujuan Utama Adalah Kembali ke Rumah dengan Selamat “ .
Mahetala , Mahe
Jaya Mahe ! !
Penanggungan.. Keliatan Arjuno Wekirangnya eh..
ReplyDeleteKapan kesana lagi kak?
Ajakkin saya donk :D
This comment has been removed by the author.
Deletewah kapan yaa , belum tau kapan hehe :))
Deletemakasih sudah mampir yaa :))
Siluet gunung Welirangnya keren.
ReplyDeleteSalam,
http://travellingaddict.blogspot.com/
terima kasih banyak :)) salam juga yaa mantap cerita travelingnya :))
Deletesaia 5 taon idup di surabaya tapi ga pernah ke penanggungan.. pdahal jarakx deket bgt ama sby.. sungguh terlalu.. bedewei, cewe2 PENS itu emank tomboy2 yah.. senenganx naek gunung.. "peace"
ReplyDeletehahaha gak juga kok banyak yg feminin disini kayak saya :p hahaha coba ke penanggungan juga dong :))
DeleteKerenn :D
ReplyDeletemakasiiii :)
Delete